BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Guru
sebagai figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting
dalam pendidikan menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Masyarakat
yakin bahwa figur gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi
orang yang berkepribadian mulia, gguru mempunyai tanggung jawab untuk
mencerdaskan kehidupan anak didik. Maka dari itu orang tua sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek yang
berperan sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang. Pada
dasarnya pendidikan berfungsi untuk mendewasakan, mengubah pola hidup serta
meningkatkan kualitas seseorang menjadi lebih baik. Kesadaran akan pentingnya
pendidikan saat ini telah mampu menarik perhatian sebagian masyarakat Indonesia
bahkan hampir seluruh lapisan masyarakat telah menyadari akan pentingnya
pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan
untuk semua yang telah
banyak dicerminkan melalui berbagai tindakan yang dilakukan oleh seluruh
lapisan masyarakat dari pemerintah pusat hingga warga masyarakat biasa untuk
mewujudkan terciptanya pendidikan yang layak bagi setiap peserta didik,
meskipun pada kenyataannya pendidikan bukanlah suatu perwujudan sebuah usaha
yang sederhana dan mudah. Pendidikan adalah suatu usaha yang dinamis dan penuh
tantangan dalam setiap prosesnya. Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan
perkembangan jaman. Pendidikan selalu menjadi fokus perhatian seluruh lapisan
masyarakat karena pendidikan bukanlah sekedar upaya untuk menjawab setiap tuntutan
dan tantangan di masa kini, namun juga upaya untuk menjawab setiap tuntutan dan
tantangan di masa depan.
Pendidikan
yang utama dan harus diajarkan kepada semua masyarakat adalah baca, tulis dan
berhitung atau biasa disingkat dengan CALISTUNG. Mengapa pendidikan tersebut
sangatlah penting karena mengingat biaya sekolah yang mahal dan keadaan alam
masyarakat yang ada di Indonesia. Suatu negara akan disebut negara maju jika
penduduknya bisa menguasai pendidikan terutama calistung.
Makalah
ini kami susun untuk mengurai tentang realita pengembangan budaya calistung
dalam penyelenggaraan pendidikan untuk semua di Indonesia, unsur – unsur yang
terlibat dalam pendidikan untuk semua, pelaksanaan pendidikan untuk semua. Apa
yang dimaksud dengan budaya calistung, tujuan, faktor dan pelaku calistung.tak
lupa kami membahas tentang bagaimana pengembangan budaya calistung dalam
penyelenggaraan pendidilkan untuk semua di Indonesia demi terwujudnya Indonesia
yang maju dan berkembang masyarakatnya dimana pun berada.
B.
Tujuan
penulisan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan untuk semua
2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya calistung
3. Untuk
mengetahui bagaimana pengembangan budaya calistung dalam penyelenggaraan pendidikan
untuk semua di Indonesia
BAB II
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pendidikan untuk semua ?
2. Apa
yang dimaksud dengan budaya calistung ?
3. Bagaimana
pengembangan budaya calistung dalam penyekenggaraan pendidikan untuk semua di
Indonesia ?
BAB III
Pembahasan
A.
Pendidikan
untuk semua
1. Penegertian
pendidikan untuk semua
Menurut UU no 20
Tahun 2003 Pasal 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Konsep dari pendidikan
untuk semua adalah pendidikan nasional itu sendiri. Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dantanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan untuk semua yaitu pendidikan yang diperuntukkan bagi seluruh
masyarakat di Indonesia. Pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “Setiap warga Negara
berhak mendapat pendidikan.” Oleh karena itu setiap warga Indonesia tanpa
terkecuali tanpa membedakan status sosialnya berhak mendapatkan
pendidikan. Setiap warga Negara yang
berumur tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pendidikan dasar di Indonesia adalah wajib belajar 9 tahun, dengan kata lain
seluruh warga Negara wajib mendapatkan wajib belajar 9 tahun yaitu pendidikan
mulai dari SD sampai SMP. Tetapi pada kenyatannya masih banyak kendala dalam pelaksanaan pendidikan
tersebut diantaranya :
1.
Lebih
dari 100 juta anak-anak, termasuk setidaknya 60 juta anak-anak, tidak memiliki
akses terhadap pendidikan dasar.
2.
Lebih
dari 960 juta orang dewasa, dua pertiga di antaranya adalah perempuan yang buta
huruf, dan buta huruf adalah masalah yang signifikan di semua negara, termasuk
di negara industri dan berkembang.
3.
Lebih
dari sepertiga orang dewasa di dunia tidak mendapatkan pengetahuan tertulis,
keterampilan, dan teknologi baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka
dan membantu mereka dalam beradaptasi menghadapi perubahan sosial dan budaya
4.
Lebih
dari 100 juta anak-anak dan orang dewasa yang tak terhitung, gagal untuk
menyelesaikan program pendidikan dasar.
Dari pemaparan diatas Dapat disimpulkan
bahwa paradigma pendidikan untuk semua
di Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya. Kendala dari penerapan
pendidan untuk semua tidak hanya terjadi di Indonesia, akhirnya pada tanggal
5-9 Maret 1990 di Jomtien, Thailand, 115
negara dan 150 organisasi saling bertemu dan mengadakan Konferensi
Dunia membahas Education for All (EFA) atau Pendidikan
Untuk Semua (PUS). Dalam rangka mewujudkan tujuan
tersebut, perlu koalisi yang luas dari pemerintah nasional, masyarakat sipil
kelompok, dan lembaga pembangunan seperti UNESCO dan Bank Dunia. Mereka
berkomitmen untuk mencapai enam tujuan pendidikan yaitu:
1. Memperluas
dan meningkatkan perawatan anak usia dini yang komprehensif dan pendidikan,
terutama bagi yang paling rentan dan anak-anak yang kurang beruntung.
2. Memastikan
bahwa pada 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, yang dalam keadaan sulit,
dan mereka yang termasuk etnik minoritas, memiliki akses lengkap dan bebas ke
wajib pendidikan dasar yang berkualitas baik.
3. Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua
pemuda dan dewasa dipenuhi melalui akses yang adil untuk pembelajaran yang
tepat dan program ketrampilan hidup.
4. Mencapai 50% peningkatan dalam keaksaraan
orang dewasa pada tahun 2015, khususnya bagi perempuan, dan akses ke pendidikan
dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi semua orang dewasa secara adil.
5. Menghilangkan perbedaan gender pada
pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan mencapai kesetaraan gender
dalam pendidikan dengan tahun 2015, dengan fokus pada perempuan bahwa mereka
dipastikan mendapat akses penuh dan sama ke dalam pendidikan dasar dengan
kualitas yang baik.
6. Meningkatkan semua aspek kualitas
pendidikan dan menjamin keunggulan semua sehingga diakui dan diukur hasil
pembelajaran yang dicapai oleh semua, khususnya dalam keaksaraan, berhitung dan
kecakapan hidup yang esensial.
Untuk
mencapai tujuan Pendidikan Untuk Semua, pemerintah Indonesia dibantu oleh
UNICEF dan UNESCO melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
· Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat
UNICEF
mendukung langkah-langkah pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses
pendidikan dasar melalui Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat.
Sistem ini memungkinkan penelusuran semua anak usia di bawah 18 tahun yang
tidak bersekolah.
· Program Wajib Belajar 9 tahun
Dalam upayanya mencapai tujuan “Pendidikan untuk Semua”
pada 2015, pemerintah Indonesia saat ini menekankan pelaksanaan program wajib
belajar sembilan tahun bagi seluruh anak Indonesia usia 6 sampai 15 tahun.
Dalam hal ini, UNICEF dan UNESCO memberi dukungan teknis dan dana.
· Program
Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak (CLCC).
Bersama
dengan pemerintah daerah, masyarakat dan anak-anak di delapan propinsi di
Indonesia, UNICEF mendukung program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan
Anak (CLCC). Proyek ini berkembang pesat dari 1.326 sekolah pada 2004
menjadi 1.496 pada 2005. Kondisi ini membantu 45.454 guru dan menciptakan
lingkungan belajar yang lebih menantang bagi sekitar 275.078 siswa.
2. Fungsi
pendidikan untuk semua
Fungsi pendidikan untuk semua dalam arti
sempit ialah membantu (secara sadar) perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik. Sedangkan secara arti luas, pendidikan untuk semua mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a) Alat
membangun pribadi, pengembangan warga Negara, pengembangan kebudayaan, dan
pengembangan bangsa indnesia.
b) Menurut
undang-undang RI No 2 Tahun 1989 Bab II Pasal 3 “pendidikan untuk semua/pendiikan
nasional mempunyai fungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat bangsaindonsia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional”.
Jenjang
pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan
sekolah dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Selain jenjang
pendidikan yang telah disebutkan diatas, terdapat satu jenis jenjang pendidikan
yang tidak asing lagi yaitu jenjang pendidikan pra sekolah. Pra sekolah
merupakan jenjang sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar.
Setiap
jenjang pendidikan terdapat fungsi yang berbeda-beda, antara lain :
a) Pendidikan
pra sekolah
Pendidikan
pada jenjang pendidikan ini mempunyai fungsi yaitu meletakkan dasar-dasar ke
arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Serta
memberikan bekal kemampuan dasar untuk memasuki jenjang sekolah dasar dan
mengembangkan diri.
b) Pendidikan
dasar
Pendidikan
pada jenjang ini pendidikan mempunyai fungsi yaitu untuk mengembangkan sikap
dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan dasar berfungsi
unuk mempersiapakan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
c) Pendidikan
menengah
Pada
jenjang ini pendidikan mempunyai fungsi melanjutkan dan meluaskan pendidikan
dasar serta menyiapakan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang mempunyai
kemampuan mengadakan hubungan timbal balik denagn lingkunagan social, budaya
alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia
kerja atau pendidikan tinggi.
d) Pendidikan
tinggi
Pada
jenjang ini pendidikan mempunyai fungsi yaitu, antara lain :
1. Meneruskan
dan mengembangkan peradapan, ilmu, teknologi, dan seni serta ikut dalam
membangun manusia Indonesia seutuhnya.
2. Menghasilkan
tenaga-tenaga yang berbudi luhur, yang bertakwa kepada Tuhan YME , dan bermoral
pancasila.
3. Menghasilkan
tenaga-tenaga pembangun yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi sesuai
dengan kebutuhan pembangunan.
3. Unsur – unsur yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan untuk semua
Pendidikan merupakan hak
asasi setiap warga negara indonesia dan untuk itu setiap warga negara indonesia
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimiliki tanpa memandang status sosial,ekonomi,etnis,agama dan gender. Agar
dapat terselenggara dengan baik sistem
pendidikan memerlukan keterlibatan banyak aspek diantaranya:
a.
Subyek yang dibimbing (
peserta didik )
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik.
Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik
adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas
peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
1. Individu
yang sedang berkembang.
2. Individu
yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
3. Individu
yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
b.
Orang yang membimbing ( pendidik )
Yang dimaksud
pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan
dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga
lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang
tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
c. Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik ( interaksi edukatif )
Interaksi
edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan
pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan
manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
d. Materi
pendidikan
Materi
pendidikan adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang
sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar
pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai
dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta
didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya
materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar,serta tercapainya indikator.
e. Cara
yang digunakan dalam bimbingan ( alat dan metode )
Alat dan metode
diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan
metode melihat efisiensi dan efektifitasnya.
f. Tempat
dimana bimbingan berlangsung ( lingkungan pendidikan )
Lingkungan
pendidikan merupakan tempat dimana proses bimbingan berlangsung dan biasanya
disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
4. Pelaksaan
pendidikan untuk semua
Pendidikan yang
menghasilkan manusia yang siap memasuki masyarakat dengan segala tuntutan dan
karakternya, maka pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil dalam memberikan
bekal kepada generasi muda untuk
memasuki perubahan dan masa depan. Dan karena pendidikan merupakan salah satu
harapan masyarakat yang diyakini bisa menumbuhkan sikap moral yang baik atau
dalam sisi pragmatisnya bisa digunakan untuk mencari kesejahteraan.
Redjo
Mudyahardjo mengemukakan bahwa teori pendidikan adalan sebuah system konsep
yang terpadu, emnerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan.
Sebuah teori ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran
pendidikan, dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang
menyatakan makna. Asumsi pokok pendidikan adalah :
1.
Pendidikan adalah actual,
artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang
belajar dan lingkungan belajaranya.
2.
Pendidikan adalah normative, artinya
pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik.
3.
Pendidikan adalah
suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan
yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju
pada pencapaian individu yang diharapkan
Teori
yang digambarkan sebagai suatu konsep merupakan dasar bagi sebagaian masyarakat
ataupun pendidik digunakan untuk pegangang dalam mengambil suatu strategi bagi
masalah yang akan dihadapi sebagai seorang pengajar ataupun masyarakat
biasa.
Dalam pendidikan, teori-teori yang ada kaitanya dengan
pendidikan dipakai untuk para pendidik sebagai suatu peggangan untuk mengatasi
masalah-masalah yang ada di dalam kelas ataupun luar kelas yang mana tetap
mengenai masalah-masalah peserta didik dalam melaksanakan proses
belajar mengajarnya. Tidak hanya peserta didik, namun pendidik juga dituntut
untuk mengerti dan memahami teori apa saja yang cocok dalam mengatasi segala
problematika di kelas ataupun diluar kelas.
Pendidikan sepanjang hayat (long life
education) mestinya menjadi komitmen kita bersama dalam menyiapkan generasi
masa depan Indonesia dengan lebih baik agar menjadikan insan Indonesia yang
cerdas dan berdaya saing tinggi sesuai dengan visi Departemen Pendidikan
Nasional. Penegasan UUD 45
tentang perlunya disediakan dana minimal 20%
dari APBN untuk pembiayaan pendidikan memerlukan kemampuan manejerial dan
kinerja yang memadai untuk merealisasikannya. Tantangan ini perlu disahuti
dengan pembenahan manajemen dan peningkatan kinerja seluruh pelaku pendidikan
dari tingkat pusat hingga daerah.
Pendidikan untuk Semua atau Education for
All merupakan komitmen internasional seluruh anggota PBB (UNESCO) dalam
memberikan pelayanan pendidikan untuk semua. Kerangka Aksi Pendidikan Untuk S emua
disepakati di Dakar, Senegal pada tahun 2000. Komitmen ini merupakan kelanjutan
dari kesepakatan sebelumnya di Jomtien, Thailand pada tahun 1990 dan di Amman,
Jordania pada tahun 1996.
Indonesia telah
mengalami kemajuan di bidang pendidikan dasar dalam 20 tahun terakhir ini.
Terbukti rasio bersih anak usia 7-12 tahun yang bersekolah mencapai 94 persen.
Tapi Indonesia tetap belum berhasil memberikan jaminan hak atas pendidikan bagi
semua anak. Apalagi, masih banyak masalah yang harus dihadapi, masalah tersebut
antara lain:
o
Anak yang putus
sekolah diperkirakan masih ada dua juta anak.
o
Kualifikasi guru
yang masih kurang.
Metode pengajaran
yang tidak efektif. Yaitu masih berorientasi kepada guru dan anak didik tidak
diberi kesempatan memahami sendiri.
o
Manajemen sekolah
yang buruk.
o
Kurangnya
keterlibatan masyarakat.
Kurangnya akses
pengembangan dan pembelajaran usia dini bagi sebagian besar anak usia 3 sampai
6 tahun terutama anak-anak yang tinggal di pedalaman dan pedesaan.
o
Alokasi anggaran
dari pemerintah daerah dan pusat yang tidak memadai.
o
Biaya pendidikan yang tinggi.
B.
Budaya
calistung
1. Pengertian
budaya calistung
Dalam
undang-undang nomor 20 tahun 2003 tetang Sisterm Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa budaya pendidikan adalah budaya membaca, menulis dan berhitung
(calistung). Setiap awal tahun ajaran para guru sudah menerapkan budaya ini
dalam bentuk perencanaan pembelajaran (kurikulum operasional) yang akan
dilaksanakan selama satu tahun ajaran. Penerapan budaya ini misalnya dalam
penyusunan program tahunan, program semester, silabus dan penilaian, serta
rencana pelaksanaan pembelajara RPP. Budaya membaca, menulis dan berhitung
merupakan suatu komponen yang penting dalam berjalannya proses belajar mengajar
dalam pendidikan. Jika dijabarkan budaya
Calistung tersebut mempunyai pengertian sendiri.
Budaya membaca
sangat digalakkan dalam kehidupan kerana berupaya membangunkan masyarakat dari
segi intelektual dan membenluk pemikiran kreatif. Tidak hairanlah jika ungkapan
membaca jambatan ilmu sering diguna untuk menunjukkan betapa pentingnya amalan
membaca dalam mencari ilmu. Menurut Mohd Zubil (1997), bagi mewujudkan budaya
masyarakat yang suka membaca, masyarakat itu sendiri perlu mempunyai nilai suka
kepada ilmu pengetahuan di dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Membaca merupakan keterampilan yang dituntut oleh banyak
orang tua agar dikuasai anak sedini mungkin. Namun membaca ini sendiri memiliki
tahapan yang harus dilalui anak seiring perkembangan usianya.
Selain
budaya membaca,budaya menulis juga memiliki arti sendiri. Budaya
menulis pada dasarnya adalah budaya yang sudah ada sejak zaman prasejarah, dan
kita sebagai generasi muda di negeri ini harus bisa meningkatkan dan
mengembangkan budaya tersebut agar tercipta generasi muda yang cerdas dan
kreatif. Dalam bahasa Inggris, "writing" itu sendiri pada hakekatnya
merujuk kepada dua hal, yaitu sebagai kata benda (tulisan) dan sebagai kata
kerja (menulis). Kegiatan menulis yang kemudian menghasilkan tulisan adalah
proses pembentukan kata-kata pada sebuah media, sehingga lahirlah teks-teks.
budaya menulis perlu dikembangkan, bukan hanya sejak seseorang masuk ke
perguraun tinggi, melainkan secara ekstrim bahkan sedini mungkin, yakni sejak
seorang anak mengerti tentang baca-tulis. Budaya menulis dan membaca sangat
membantu proses belajar dan mengajar di sekolah pada khususnya, dan di
masyarakat pada umumnya. Kita belajar untuk menjadi pandai tidak lepas dari
kegiatan membaca dan menulis, meskipun banyak metode lain yang juga bisa
digunakan agar seseorang menjadi pandai dan cerdas. Melalui tulisan lah kita
bisa memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
budaya, dan sebagainya demi peningkatan kesejahteran hidup masyarakat. Pada era
teknologi informasi yang maju pesat dewasa ini pun tulisan tetap merupakan
media komunikasi yang diandalkan. Bdaya menulis merupakan suatu kebiasaan untuk
menyampaikan pesan, menyampaikan pendapat dan membuat dokumentasi. Budaya
menulis bahkan sangat membantu memperlancar hubungan dan interaksi sosial
antar-individu dan kelompok masyarakat, sehingga akan dapat memperlancar
hubungan kerjasama dalam menyelesaikan segala persoalan, termasuk bahkan
menyelesaikan sengketa antar-bangsa.
Selain budaya membaca dan menulis,
budaya berhitung juga sangat penting adanya.Berhitung
merupakan salah satu kegiatan matematika dan menjadi dasar bagi kegiatan
matematika selanjutnya. Berhitung juga erat kaitannya dengan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang akan dijalani anak. Karenanya berhitung ini perlu
diajarkan sedini mungkin dengan metode yang tepat. Dari beberapa uraian tentang membaca,menulis dan berhitung, ke tiga
komponen tersebut telah menjadi budaya yang saling berkaitan yaitu budaya
Calistung yang merupakan budaya pendidikan yang menjadi bahan utama dan melekat
pada pendidikan.
2. Tujuan diselenggarakan budaya calistung
Tugas utama seorang guru adalah
membelajarkan siswa , ini berarti bahwa guru bertindak mengajar maka di
harapkan siswa dapat belajar namun adakalanya di dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah sering di temukan masalah masalah yang berkenaan dengan
belajar yang di alami oleh siswa tersebut.
Siswa akan berhasil dalam proses belajar apabila siswa tersebut tidak
memiliki masalah yang dapat mempengaruhi proses belajar nya . jika terdapat
siswa yang mengalami masalah dan permasalahan siswa tersebut tidak di temukan
solusinya maka siswa akan mengalami kegagalan atau kesulitan belajar yang dapat
mengakibatkan rendah nya prestasi belajar atau tidak dapat melanjutkan belajar
.salah satu keputusan penting untuk mengajar adalah memutuskan tujuan
intruksional apakah yang harus di pelajari ? dengan memulai memperhatikan
tingkat kesulitan. Karena itu merupakan sesuatu yang penting dalam program
pengajaran di mana kita harus mempertimbangkan tingkah laku siswa dan apa yang
harus mereka lakukan untuk belajar seperti membaca ,menulis,berhitung
(CALISTUNG), ataupun mengarang .
CALISTUNG adalah
singkatan dari membaca, menulis, dan berhitung. Calistung adalah tahapan
dasar orang bisa mengenal huruf dan angka. Banyak pakar menganggap penting
calistung untukmempermudah komunikasi dalam bentuk bahasa tulis dan angka.
Umumnya belajar calistung ini banyak disampaikan di pendidikan formal, yaitu
sekolah.
Fenomena muncul ketika ada masyarakat yang
ternyata belum bisa mengenyam sekolah. Mereka tahu huruf-huruf dan angka tapi
tidak bisa membaca. Mereka tahu uang tapi tidak bisa menghitungnya. Tahap-tahap
pengenalan inilah yang mulai banyak dikaji dan dikembangkan dalam pengembangan
metode calistung atau literasi dengan Membaca dan menulis memungkinkan anak mampu
menyerap dan menyampaikan segala informasi yang diterimanya. Sementara itu,
menghitung memungkinkan anak lebih mampu mengembangkan aspek logika berpikir,
terutama memaksimalkan fungsi belahan otak kirinya.Banyak praktik di PAUD, demi
mengejar kemampuan baca-tulis-hitung (calistung), guru sering menggunakan
teknik hafalan dan latihan yang mengandalkan kemampuan kognitif, abstrak dan
tidak terkait langsung dengan kehidupan anak. Akibatnya, kepentingan anak
terkalahkan oleh tugas-tugas skolastik yang semestinya belum saatnya Fenomena seperti
ini, sangat keliru. Hal ini akan membuat anak sulit memahami sesuatu,
misalnya bacaan, ketika memasuki tahapan perkembangan selanjutnya.
3. Pelaku calistung
Budaya membaca, menulis dan berhitung sangatlah
penting. Salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan budaya membaca, menulis dan menghitung
bagi segenap warga masyarakat. Dari prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelaku calistung pada umumnya adalah seluruh warga negara Indonesia tetapi secara khusus masyarakat yang wajib
mendapatkan pengajaran membaca, menulis dan berhitung adalah anak usia wajib
belajar yaitu usia tujuh sampai lima belas tahun. Seperti yang dijelaskan dalam
UU sisdiknas tahun 2003 bahwa setiap warga Negara yang berumur tujuh sampai
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Usia ini merupakan usia
sekolah dasar sampai usia sekolah menengah atas. Di Indonesia terdapat
pro-kontra tentang pelaksanaan calistung. Masalah ini disebabkan adanya tes
calistung untuk masuk SD. Pada dasarnya
pembelajaran calistung tidak diperkenankan untuk usia PAUD dan TK. Anak usia
tersebut perkembangan
otak anak-anak itu belum sempurna, otak mereka baru siap menerima hal-hal
kognitif pada usia 7-8 th. Sebelum usia itu, dunia mereka yg pantas adalah
hanya bermain, bermain dan bermain.
4. Faktor
– faktor yang mempengaruhi budaya calistung
Secara umum faktor – faktor yang
mempengaruhi proses calistung dibedakan atas dua macam, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Ketdua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses
individu sehingga menentukan kualitas belajar.
1) Faktor
internal
Faktor internal adalah
faktor - faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan
mempengaruhi calistung individu. Faktor – faktor internal ini meliputi faktor
fisiologis dan psikologis
a. Faktor
fisiologis
Faktor
fisiologis adalah faktor – faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor – faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan kesehatan jasmani. Kedaan kesehatan jasmani juga
mempengaruhi proses pembelajaran. Jika kondisi jasmani siswa yang sedang
belajar sehat maka bisa di pastikan bahwa siswa mampu menerima pelajaran dengan
baik. Namun sebaliknya, jika keadaan jasmani siswa dalam kkondisi tidak baik
maka bisa dipastikan juga bahwa siswa kurang mampu menerima pelajaran yang
diberikan.
Kedua,
keadaan fungsi jasmani/fisiologis selama proses pembelajaran berlangsung, peran
fungsi fisiologis dalam tubuh manusia sangat mempengaruhi calistung. Jika
fungsi panca indera dan tubuh terutama tangan dapat berfungsi maka proses
pembelajaran bisa diterima dengan baik.
b. Faktor
psikologis
Faktor
– faktor psikologis adalah keadaan kejiwaan seseorang yang dapat mempengaruhi
proses belajar adalah kecerdasan siswa ,motivasi, minat, sikap dan bakat.
2)
Faktor eksternal
Selain
faktor internal adapula faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Ada beberapa faktor eksternal yang yang mempengaruhi hasil pembelajaran, yaitu
faktor sosial dan non sosial.
o
Lingkungan sosial
Lingkungan
sosial juga dibedakan menjadi dua, yaitu liknkungan sosial sekolah dan
masyarakat. Likungan sosial sekolah contohnya guru, adminitrasi dan teman –
teman sekolah. Ketiganya harus terhubung dengan harmonis agar menciptakan
calistung yang baik. Lingkungan masyarakat, kondisi lingkungan masyarakata
dimana siswa tinggala itu juga mempengaruhi proses pembelajaran. Apakah
lingkungan masyarakatnya mendukung dalam proses pembelajaran atau tidak.
Lingkungan keluarga juga mempengaruhi calistung karena inilah faktor utama jika
ingin mendapatkan calistung yang baik. Karena dikeluarga lah awal mula anak
mendapatkan pendidikan dan motivasi dalam belajar. Faktor ekonomi keluarga juga
sangat mempengaruhi, karena seperti kita tau bahwa bila kita ingin mendapatkan
pendidikan yang lebih baik, maka kita juga harus membayar mahal.
o
Lingkungan non sosial
Faktor
– faktor yang termasuk non sosial dalah gedung sekolah dan rumah tempat tinggal
keluarga siswa dan letaknya, alat – alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu yang
digunakan dalam proses pembelajaran. Faktor – faktor ini dipandang bisa menjadi
penentu keberhasilan proses pembelajaran.
C.
Pengembangan
budaya calistung dalam penyelenggaraan pendidikan untuk semua di Indonesia
Budaya Calistung adalah budaya pendidikan yang
wajib diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia, terutama usia wajib belajar 9
tahun. Tingkat pemerataan pendidikan di Indonesia sudah mengalami peningkatan,
buktinya Indonesia ikut serta dalam program Pendidikan untuk Semua(PUS). Dalam
perkembangannya budaya Calistung diterapkan tidak hanya untuk anak usia 7-15
tahun seperti yang di jelaskan dalam UU sisdiknas tahun 2003 bahwa setiap
warga Negara yang berumur tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar. Untuk
daerah pelosok banyak guru yang diutus untuk mengajar di daerah 3 T yaitu
daerah terjauh, terpencil, dan terluar dengan gaji yang menjajikan, serta
banyak masyarakat yang mempunyai hati nurani yang baik yang bersedia membantu
masyarakat sekitarnya yang buta aksara dengan memberikan pendidikan gratis
untuk mengajarkan calistung.
Tapi dalam penyelenggaraannya di Indonesia anak usia di bawah tujuh
tahun atau anak-anak usia dini sudah di ajarkan Calistung. Hal ini bertentangan
dengan kebijakan pemerintah tentang larangan tes Calistung untuk ujian masuk
SD. Pengajaran Calistung di PAUD di Indonesia saat ini menjadi Pro dan Kontra. Kontra
ini terjadi karena adanya UU yang mengatur bahwa calistung tidak bisa dijadikan
syarat untuk masuk sekolah dasar, yaitu
Pasal 69
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang
sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung, atau bentuk tes lain.
Pasal 70
(1) Dalam hal jumlah calon peserta
didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik
pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang
paling tua.
(2) Jika usia calon peserta didik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuanpeserta didik didasarkan
pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan
pendidikan.
(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta
didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.
Sedangkan yang pro adalah masyarakat
kalangan menengah ke atas yang mampu menyekolahkan anaknya di usia anak yang
sedini mungkin sehingga bisa calistung sebelum masuk ke sekolah dasar.
BAB IV
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan
penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa pendidikan semua di Indonesia sudah mulai tercapai meskipun belum sepenuhnya,
karena masih banyak suku – suku pedalaman yang belum paham tentang makna
pendidikan. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah tepian atau pinggiran
pemerintah sudah menyiapkan para guru yang siap mengabdi masyarakat, serta
banyaknya masyarakat yang peduli pada sesama. Semakin berkembangnya jaman
semakin banyak orang yang menyadari betapa pentingnya pedidikan terutama
pendidikan yang sangat bmendasar yaitu baca, tulis, dan hitung atau di singkat
dengan CALISTUNG. Calistung banyak digunakan di kehidupan sehari – hari
terutama untuk mendapatkan informasi. Pemerintah pun sudah banyak melakukan
usaha demi tercapainya pendidikan untuk semua, seperti sekolah gratis,
perpustakaan gratis, yayasan dan orang – orang
yang peduli pada bangsanya juga ikut melakukan kegiatan yang hampir sama
dengan pemerintah. Untuk orang dewasa yang belum bisa calistung pun akan di
ajarkan supaya mereka bisa calistung.
Beberapa
saat yang lalu memang calistung mengundang pro dan kontra, dikarenakan calon
siswa sekolah dasar harus bisa calistung dan ini bertentangan dengan UU pasal 69
ayat 5 dan 70 ayat 1 – 3. Memang tidak semua anak – anak mudah mempelajari
calistung, apalagi anak – anak yang kurang mampu.
Saran
Semoga
program – program pemerintah yang guna untuk tercapainya pendidikan untuk semua
tercapai dan terus bertahan, mungkin bisa di tingkatkan lagi. Mengingat jumlah
kelulusan keguruan lumayan sangat banyak, jadi ini bisa dijadikan salah satu
cara untuk terwujudnya pendidikan untuk semua di Indonesia secara merata.
DAFTAR
PUSTAKA
YLPP/PPLP PGRI
pusat.2011.Pendidikan Sejarah dan Jati
Diri PGRI.Jakarta:YPLP/PPLP PGRI
pusat.
Ihsan,Fuad,Drs. H.2011.Dasar –dasar Kepedidikan.Jakarta:Rineka
Cipta